Copy link dibawah ini, kemudian di isi

https://docs.google.com/forms/d/1p8QjAelBph_CBtNMlOPWVkcYhLFV4y_7CIatZh1RpHw/viewform

Kamis, 10 April 2014

MENGGUGAT ELEMEN KURIKULUM 2013

TINJAUAN EKSISTENSI TIK/KKPI
Oleh : Rahmad Lahay, S.Pd

A. Kajian Umum
Saat ini tercatat 6.325 sekolah yang telah menerapkan kurikulum 2013 secara serentak di wilayah NKRI mulai jenjang SD sampai jenjang SMA/SMK
(sumber: http://kurikulum.kemdikbud.go.id/sasaran). Kepastian ini mutlak dijalankan terhitung TP. 2013/2014, tepatnya tanggal 15 Juli 2013 dengan dasar Permendikbud tentang kurikulum 2013, penjabaran tersebut dituang dalam pengesahan:
Betapa tidak bahwa kurikulum 2013 yang telah dijalankan dan menggantikan KTSP telah direvisi dengan alasan telah terjadi paradigma baru tentang sistem pendidikan di Indonesia. Hemat saya bahwa Kurikulum 2013 ini menyentuh 4 hal saja, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Nah, sekarang ke mana 4 standar lainnya. Bukankan dikatakan kurikulum ini telah menyempurnakan pada kurikulum sebelumnya. Perubahan dan implementasi setengah matang, wajar banyak yang mempertanyakan.
Alasan lain implementasi kurikulum 2013 kembali diperkuat setelah melalui uji publik yang dilakukan secara online. Kemendikbud menyebut pendekatan online sebagai “monolog virtual” secara tertulis di 33 provinsi untuk tingkat daerah. Selain itu uji publik lainnya melalui “tatap muka” di tingkat Nasional di 5 kota besar: Jakarta, Yogyakarta, Medan, Makassar, dan Denpasar.
Uji publik sudah disosialisasikan melalui media massa. Penulis telah mengamati dan mempelajari uji publik online, ada beberapa kejanggalan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, “monolog virtual” yang telah dilakukan menunjukkan kekuatan yang tidak seimbang. Kemendikbud telah menyajikan draft dokumen dan pengunjung website dapat mempelajari draft Kurikulum 2013 yang mencakup tingkat SD sampai PT. Kemudian menuliskannya dalam kolom komentar.  Semua komentar dengan mudahnya bisa dilihat oleh publik dan hanya bersifat satu arah dengan kata lainnya tidak bersifat interaktif. Kemdikbud betul-betul dan paham hanya akan menjaring komentar yang tentunya akan menguatkan konten dalam kurikulum 2013 tersebut yang pada akhirnya diterima oleh publik. Sekarang bagaimana pihak Kemdikbud membuat rekapitulasi komentar tersebut yang sangat beragam. Apakah ini bisa dilakukan oleh “mesin”? tentu pemangku kebijakan dalam hal ini kemdikbud yang akan ‘men-drive’ sepanjang tidak mengganggu kebijakan yang telah dibuatnya. Dengan arti bahwa uji publik akan mencerminkan yang normatif saja.
Kedua, dokumen kurikulum 2013 terlalu umum dan berada pada tataran normatif. Saran atau kritik bisa saja terjebak di permukaan saja, sehingga informasi belum menggambarkan kritikan yang sesungguhnya yang pada akhirnya akan menggiring dengan menerima atau menolak. Kajian rinci secara substansial dan mendalam hanya akan terjadi pada dialog interaktif dan ini sangat terbatas sekali.
Ketiga, publik tentu mempelajarinya dengan waktu yang cukup singkat. Sudut pandang kekurangan pun dari kurikulum 2013 tidak ditampilkan oleh pihak kemdikbud sehingga opini yang terbangun tidak seimbang dan mengada-ada. Bukankan ini agak prematur terhadap kebijakan yang akan ditempuh.
Keempat, komentar tidak dikategorisasikan ke dalam standar-standar kurikulum, buku teks, struktur/muatan kurikulum, atau hanya dengan mengkritisi kurikulum untuk SD, SMP, SMA/SMK, atau Pendidikan Tinggi saja.  sehingga dengan demikian mudahnya dianalisis pada bagian mana yang perlu mendapat tekanan oleh publik.
Kelima, yang cukup fantastis dalam perubahan kurikulum ini adalah menghapus beberapa mata pelajaran termasuk TIK/KKPI dan melahirkan mapel baru yakni Prakarya. Banyak komentar termasuk penulis yang telah dituliskan dalam uji publik mengenai dihapusnya mapel ini. Sekarang di mana kerja “mesin uji publik” itu, mengapa tidak di ‘follow up’. Banyak kritikan cukup tajam dan mempertanyakan tentang eksistensi TIK/KKPI, ataukah kritikan ini sudah masuk dalam recycle bin kemdikbud.
Jika memperkuat dasar pemberlakuan kurikulum 2013 dengan review uji publik sekali lagi pasti akan terbantahkan dengan argumen di atas. Asumsinya uji publik online adalah pemborosan uang negara dan pemborosan tenaga berfikir.
Kurikulum 2013 terlalu dini untuk diterapkan dan terkesan dipaksakan pada tahun 2014, sekarang kemanakah standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar pendidik dan tenaga kependidikan. Bukankan ini di bahas terlebih sebelum menerapkannya.

B. Eksistensi TIK/KKPI (Kajian Khusus)
“Integratif” dan bukan “menghapus” ini kata kemdikbud. Memang kenyataannya dihapus mapel TIK/KKPI dalam kurikulum 2013, maka lahirlah Asosiasi Guru TIK/KKPI Nasional sebagai bentuk solidaritas guru TIK/KKPI Nasional dan simpatisan umum yang bukan basi-basi. Gerakan ini lahir bukan semata-mata memperjuangkan hak guru pada tunjangan profesi tetapi yang lebih urgen adalah hak-hak belajar siswa terkait mapel TIK/KKPI yang telah direnggut, hak-hak guru honorer yang telah beralih atau di PHK, dan hak pemenuhan beban mengajar yang semakin tergerus. Inilah kata yang tepat disebut sebagai diskriminatif.
Seharusnya pemerintah meninjau dan memegang teguh seperti yang diamanatkan UUD 1945 pasal 31, yakni:
1)      Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
2)      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Diatur kembali oleh UU No. 20 tahun 2003 Pasal 4 ayat 1 bahwa: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Hak-hak belajar siswa untuk mendapatkan mapel TIK/KKPI ini mestinya harus diakomodir oleh pemerintah, bagaimana keinginan mereka yang kuat untuk mengembangkan dan mempelajarinya. Lihat saja video di youtube yang telah diupload oleh teman-teman agtikknas, bagaimana testimoni dan reaksi mereka mengenai dihapusnya mapel ini. Jika dengan alasan bahwa siswa sudah mahir internet dan tidak perlu mapel TIK. Maka analoginya adalah dengan internet belajar semakin mudah, pelajaran diperoleh di dunia maya, maka siswa tidak membutuhkan sekolah, apalagi kurikulum.
Semakin kuat alasanya bahwa TIK diperlukan “It is a technological world in which children are often more comfortable than their parents and teachers” (Ferguson, 2005; Miller, 2005). Ini adalah dunia teknologi di mana anak-anak sering kali lebih nyaman daripada orang tua dan guru mereka. Ketika mereka senang dengan dunia teknologi dan informasi, maka kreativitas ini akan muncul secara spontan. Bukankan dalam kurikulum 2013 harus ada unsur produktif, kreatif, inovatif dan afektif. Penelitian menunjukkan bahwa kreativitas bisa dibangun melalui pendidikan. Penelitian ini menunjukkan 2/3 kreativitas diperoleh melalui pendidikan, sedangkan 1/3 genetik.
Bukankan Kurikulum 2013 mengisyaratkan belajar produktif, kreatif, inovatif dan efektif, maka semua itu berada pada tataran konten mapel TIK/KKPI. Jika ada mapelnya maka serahkanlah pada bidang kajiannya, jangan campur sari dan tergesa-gesa dengan mengatasnamakan integratif ke dalam semua mata pelajaran, ini spekulatif dan tidak terencana, buktinya guru-guru secara masif belum dilatih dan paham tentang pemanfaatan teknologi informasi. Perlu dicatat bahwa TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dan KKPI (Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi) bukanlah sebatas alat/tools yang selama ini dikenal oleh masyarakat luas. Pencapaian kompetensi mapel ini jauh lebih dari itu, yakni begaimana mengelola informasi (literacy) dan menyajikannya secara efektif, aplication science yang melahirkan tangan-tangan kreatif, produktif karena mampu dan terampil dalam menggunakannya. Jadi ini jangan disimpulkan sebagai user, tidak sedikit siswa di negara kita yang mampu membuat robot, membuat antivirus, membuat mobil ramah lingkungan, dll.
Celakanya ide integratif dalam lingkup mata pelajaran akan mengggring pada pola pikir kita banyak tahu dari segala yang umum, dan dari segala yang umum hanya sedikit-sedikit yang kita ketahui. Lain halnya dengan pernyataan dengan sedikit yang kita ketahui dari yang umum, dan dari sedikit yang kita ketahui ternyata banyak yang kita ketahui. Ini adalah spesialis/ahli. Mengapa kita ragu dengan kemampuan siswa. Sebaiknya konten kurikulum 2013 lebih memfokuskan pada peningkatan kualitas guru ketimbang memformat mapelnya. Bukankan ini lebih arif dan bijak karena memang sasarannya adalah siswa dan bukan paradigma zamannya.
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pada pasal 1 yang menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Nasional harus tanggap terhadap perubahan perkembangan zaman. Kita sepakat bahwa kurikulum 2013 melahirkan siswa-siswa yang terampil dan mampu dalam mengaplikasikan TI. Tetapi kita juga perlu sadari bahwa belum semua siswa mahir dalam menggunakan dan mengelola informasi secara bijak dan benar, maka hal-hal yang dapat mengakomodir ini tidak lain adalah Keterampilan Teknologi Informasi yang dituang dalam mapel dan bukan menyurutkannya. Tinjau UU No. 20 tahun 2003 Pasal 37 ayat 1 Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a)  pendidikan agama; b) Pkn; c) bahasa; d)  matematika; e IPA; f) IPS; g) seni & budaya; h) pendidikan jasmani dan  olahraga;  i) keterampilan/kejuruan; dan j) mulok.
            Etika penggunaan TIK penting diajarkan kepada siswa sebagaimana dalam Undang-undang HAKI dan ITE agar tidak membabi buta, bisa jadi ini tidak diperoleh pada mapel lain dan kembali lagi tidak bisa dicapai dengan integrasi ke dalam semua mapel. Nah bagaimana siswa dengan leluasanya mengakses berbagai informasi yang belum tepat, penyalahgunaan informasi, dll. Informasi di dunia maya cukup ’liar’ ibarat sisi mata pisau, maka penting ini diarahkan oleh guru yang bertanggung jawab dalam bidangnya. Kini yang terpenting adalah bagaimana mengembalikan dan menguatkan mapel TIK/KKPI dan memperbaharui kompetensi pembelajaran TIK yang senantiasa berkembang ke dalam kurikulum 2013. Bukankah petisi online hampir 3000 yang menanda tanganinya sudah cukup menggambarkan bukti nyata bahwa hak untuk mendapatkan pelajaran TIK/KKPI perlu ditinjau kembali.